Surakarta: episentrum seni dan politik

Ilustrasi diambil dari karya woodcut Garis Lepas; Sang Propagandis

Tulisan pendek ini awalnya diniatkan sebagai tulisan pengantar untuk sebuah pameran seni rupa di Solo pada Februari lalu. Namun tulisan ini kemudian ditolak dengan alasan yang tidak begitu jelas dari pihak penyelenggara. Konon ada kekhawatiran akan nasib pameran yang bakal terancam dikarenakan isi tulisan yang tidak seberapa ini.

Dengan melihat situasi ini, kegelapan yang akan diusung rezim terbaru tampaknya akan kian pekat, bukan melulu karena tingkah laku pemberangusan oleh rezim, tapi justru muncul dan dibiakkan oleh warga seninya sendiri.

Haji M. Misbach saya pilih sebagai ilustrasi tulisan ini, sekaligus sebagai peringatan atas bergabungnya sang Haji Merah dengan Insulinde pada bulan ini -Maret 1918- Sarekat yang penting untuk dicatat sebagai wadah peradikalisasian ide, gagasan keagamaan dan semangat anti imperialisme Misbach yang disemai dari tanah kelahirannya; Surakarta.

Continue reading “Surakarta: episentrum seni dan politik”

Semangka eighty four

Niatan awal sejak pertengahan tahun 2023 adalah kembali membuat daftar karya street art/graffiti terbaik seperti dua tahun lalu. Sudah memasang radar tingi-tinggi, mengamati dan menimbang karya di belahan dunia mana kiranya yang menarik untuk dibicarakan. Berencana merangkumnya dalam sebuah zine padat, disertai peristiwa-peristiwa penting yang layak dicatat dan disebarkan sebagai catatan penutup tahun.

Daftar kemudian berantakan seiring perang Israel-Palestina meletus di awal Oktober, beralih perhatian pada beragam reportase lapangan yang berserak di media, seturut berkonsentrasi menyimak peningkatan kuantitas produksi karya jalanan di semua benua.

Wacana pembuatan zine akhirnya batal seperti yang sudah-sudah, pun daftar karya terbaik tak lagi relevan rasanya untuk dilanjutkan di tengah kecamuk pembunuhan besar-besaran yang terjadi di Gaza, apapun rasanya tak lagi sebanding, termasuk perayaan Natal dan keriuhan Pemilu yang makin tidak memiliki makna dan nilai, kecuali sekadar rutinitas tahunan belaka. Saya sudah bersiap melewati akhir tahun untuk tidak lagi memikirkan hal sejenis dan memilih ingin mabuk hingga ambruk setelah lama tak melakukannya, hingga saya teringat Roni, kawan saya.

Continue reading “Semangka eighty four”

The Sound of Silence

Foto oleh Iteq

Keterlibatan saya dalam pameran tunggal Wimbo Praharso kali ini dimulai dari urusan yang kelewat tak ada hubungannya dengan proses artistik, melainkan disebabkan oleh urusan kubur mengubur kotoran kucing yang rutin saya lakukan di pekarangan rumahnya. Pekarangan kediaman saya yang tak seberapa, ditambah TPS yang tak kunjung dibuka, memaksa saya harus mencari lokasi penimbunan lain, maka hamparan pohon jati dan bambu di sekitar rumah Wimbo menjadi tujuan rutin saya. Di waktu-waktu itulah ia mengutarakan rencananya berpameran dan membribik saya untuk turut memikirkan ini-itu sebagai persiapan.

Mengingat faktor keseganan sekaligus sebagai fans karya-karya stensilnya, maka tidak mungkin menolak permintaannya untuk membuatkan tulisan pengantar, hasilnya saya taruh di sini sebagai arsip yang kelak mungkin berguna dikunjungi pasca perang apokaliptik nuklir Israel.
Trims.

Continue reading “The Sound of Silence”

15 Tahun ANTI-TANK

Dini hari ketika mengikuti saya memasang poster di bioskop Permata sebelum dipugar seperti sekarang, seorang kawan pernah bertanya; “sampai kapan akan melakukan ini? Ketika menua apakah masih bisa seperti ini?”. Ketika itu saya tidak terlalu menyimak kelanjutan pertanyaannya, itu sebabnya saya tidak tahu kemana arahnya, terlebih saya memilih fokus menempel poster sambil mengawasi keadaan sekitar, agar keberadaannya tidak menggagalkan operasi malam itu. Saya hanya mengingatkannya untuk selalu berada dekat saya dan tidak terlalu berisik.

Setelah urusan poster rampung, kami beranjak ke angkringan di pertigaan jalan Ibu Ruswo, duduk bertikar sambil diam-diam memikirkan pertanyaannya tadi seraya memperhatikannya sibuk mengunyah nasi sambal dan tempe bacem kesukaannya. Pertanyaannya tidak pernah terjawab memang, menguar bersama teh hangat yang kami pesan, tergantikan dengan pertanyaan acak lainnya.

Continue reading “15 Tahun ANTI-TANK”

Seolah-olah

Awalnya poster ini dibuat sebagai peringatan 25 tahun reformasi, kemudian di tengah pengerjaannya yang terbilang lama dengan berkali-kali berganti desain, memunculkan ide lain yang bisa disertakan dengan gagasan utamanya.

Reformasi memang telah mengubah banyak hal, dari agenda terbesarnya penggulingan Suharto digantikan penerusnya, kebebasan berpolitik dan berserikat selama tidak mengganggu kepentingan rezim, pers yang relatif bebas bahkan berwujud buzzer, terwujudnya multi partai meski akarnya dari moyang yang sama, penghapusan dwi fungsi ABRI menjadi dwi fungai Polri dan pemilu yang langsung walau para kandidatnya sudah tentu tak mewakili siapapun kecuali perwakilan pengusaha sponsor dan pejabat partai.

Continue reading “Seolah-olah”

Upeti

Tunduk dan bijaksanalah sebagai warga negara, bayarlah kewajiban tepat waktu, agar kelangsungan nasib kemewahan para pejabat beserta keluarga dan geng perkongkowanya bisa senantiasa terjaga. Sehingga kemewahan baik yang dipamerkan maupun disembunyikan dengan citra itu bisa turut kita nikmati dan menjadi kebanggan kita bersama.

Continue reading “Upeti”